Langit hampir gelap, matahari telah lama masuk ditelan ufuk. Lubuk Basung Jaya, bus yang saya naiki perlahan meninggalkan kota Bangko. Saya kerap kali tidak memiliki pilihan lain selain bus jika hendak pergi ke kota sebelah, Lubuk Linggau. Ada dua agen travel yang melayani rute ke Palembang lewat Lubuk Linggau. Ongkos kedua travel ke Lubuk Linggau sekitar Rp 180.000,-. Hampir menyamai ongkos travel ke Palembang sebesar Rp 220.000,-. Aneh, bukan?
Jarak Lubuk Linggau ke Bangko ‘hanya’ empat jam ditempuh naik bus. Lebih cepat lagi jika naik travel atau kendaraan pribadi. Semua bus jurusan Jakarta dan Bengkulu melewati Lubuk Linggau.
Setelah naik bus, saya mendapati dua buah kursi kosong di bagian belakang sebelah kiri. Tak lama, seorang pria berkulit menghampiri saya.
“Seratus, Bang!” kondektur mengembalikan uang saya untuk membayar ongkos bus.
“Lah, biaso enam puluh, Bang!” jawab saya keheranan.
“Lebaran ko, Bang. Sudah, sembilan puluh.” nada bicaranya sedikit melunak.
“Dak lah, Bang, biaso enam puluh dak? Kalo dak mau, aku turun.”
Hening, setelah beberapa kali menawar, saya menyerahkan uang sebesar delapan puluh ribu menuju Lubuk Linggau.
Ketika saya menempuh pendidikan tinggi di Palembang beberapa tahun lalu, kota terjauh di Sumatera Selatan yang saya datangi adalah Tanjung Enim dan Lahat. Saya ke Tanjung Enim ke tempat paman saya yang bertugas di kompleks PLN Bukit Asam. Sejak saya bekerja di Bangko, saya lebih akhrab dengan Musi Rawas dan Lubuk Linggau, daerah paling barat di Sumatera Selatan.
Setelah melewati deretan kebun sawit dan pemukiman yang tidak terlalu padat, saya tiba di kota Sarolangun, ibukota kabupaten dengan nama yang sama. Kota ini tata kotanya mirip dengan Bangko, linier alias segaris lurus. Pusat kota berada di pertemuan jalur ke Jakarta dan Jambi, tidak jauh dari sungai Batang Tembesi yang merupakan anak sungai Batanghari.
Sebelum masuk wilayah Sumatera Selatan, bus saya singgah di Singkut untuk mengambil penumpang. Sebuah keunikan, jika tidak dibilang keanehan. Dari arah Singkut (provinsi Jambi), terdapat gerbang provinsi Sumatera Selatan baru gerbang provinsi Jambi.
Kabupaten pertama yang kami masuki bernama Musi Rawas Utara, disingkat Muratara. Pemekaran dari Musi Rawas (Mura). Daerah sepi ini dulu identik dengan gelap dan kriminalitas jika malam. Dulu jika melintas daerah ini, bus harus memberikan “upeti” kepada warga yang menyenteri bus. Jika tidak, jangan berharap aman.
Ikon kabupaten ini adalah sungai Rawas dan jembatan Muara Rupit. Muara Rupit adalah ibukota kabupaten muda ini. Sekilas jembatan ini mirip dengan jembatan Beatrix di Sarolangun. Jembatan Muara Rupit terletak di sebelah kanan jalan lintas Sumatera.
Musi Rawas Utara sekilas berupa daerah sepi dengan pemukiman yang tidak terlalu padat. Di kala malam, daerah ini relatif gelap. Proses pendirian daerah otonom ini penuh dengan perjuangan dan pertumpahan darah. Beberapa kali bentrok mewarnai proses pemekaran daerah ini dari kabupaten Musi Rawas.
Masuk kabupaten Musi Rawas, pemukiman sudah mulai padat. Sekitar satu jam lagi saya akan masuk ke kota Lubuk Linggau.
Pernah bawa mobil dari Jogja sama keluarga untuk pertama kalinya lewat jalur Muratara, memang sepi dan agak mencekam, terpaksa tancap gas lalu bermalam di Sarolangun. 😅
betul mas, sampe sekarang jalur musi rawas masih agak mencekam
Pernah bawa mobil dari Jogja sama keluarga untuk pertama kalinya lewat jalur Muratara, memang sepi dan agak mencekam, terpaksa tancap gas lalu bermalam di Sarolangun. 😅
betul mas, kalo siang bawa motor juga rawan, harus pake mobil
Jadi kangen perjalanan daraaat… 🙂 Padang Jakarta. Tapi lebih kangen lagi Jakarta padang…. 🙂
padang jakarta aku suka naik pesawat paling pagi terus liat gunung2 dan danau di sumbar, plus liat kawah kerinci dan danau gunung tujuh, habis itu sunrise deh.. masyaalloh keren bgt 😀
Masa iya? Itu pesawat apa? Saya padang jakarta baru naik lion, air asia, batavia. garuda belum pernah. nah lion kan rutenya di pesisir barat sumatera sampe bengkulu deh kayanya… makanya lebih suka berangkat sore biar bisa liat sunset, hehe
garuda yg paling pagi, jam 6 apa yah, pilih seat A nanti nampak danau kembar, kawah gunung kerinci, sm danau gunung tujuh 🙂
sebelah kiri ya… berarti, garuda ga lewat di pinggir pantai sumatera dulu ya… lamgsung ke atas bukit barisan…
yups… bener banget, habis take off melipir sepanjang pantai barat, kayaknya mulai belok di atas bungus
okee… ntar tak coba… tapi paling males naik pesawat pagi dari padang… kan aku 2 jam dari bandara…
saya 6 jam dulu, itupun baru masuk kota, belum ke bandara 🙂
ketauan berangkat dari semalam, nyampe subuh di bandara… kalau saya kan, pilihannya berangkat jam 3 sewa mobil atau nginap di padang trus subuh udah harus nyampe bandara… 🙂
nginap di padang aja kaka
over bajet dong… mana garuda lebih mahal lagi, hehe. plus harus pake taksi juga… 😛
hehehe, you pay more, you get more (kata orang sih) hehehe
hahaha… dan you benaaaar… 😛
hahahaa
nama2 kota yang pernah saya dengar aja … tapi belum pernah saya kunjungi .. jadi penasaran,
kota kecil biasanya menyimpan pesona tersendiri dan .. unik
yuhuu… tiap2 daerah itu unik dan menarik 🙂
manatap
makasih 🙂
kemaren baru pulang daru rute itu pas lebaran kemaren, Tebo-lahat. jalan sudah mulus, smoga muaratara jadi kabupaten yang maju.
duh, udah lama gak ke lahat wkwkwk
Masih bayangin, kapan apa aslinya daerah-daerah Sumatera Selatan itu. Baru ke Sumbar aja soalnya pengalaman menginjak Tanah Sumatera nya.
habis dari rumah omnduut di palembang naik kereta ke linggau, sambung bus ke bangko mas Bart …
Kurang fotonya bang…. penasaran sama bangunan2 yg diceritakan, kayak jembatan muara rupit itu.
hihihi, sengaja amir, biar pembaca googling sendiri, lagian malam, gak sempat ambil fotonya 🙂
Bukan amir nama saya… itu nama bapak saya kak.. 🙂 🙂
wah, maaf ya oji 🙂 hehehe, baru tau
Saya belum pernah ke Lubuk Linggau. Semoga suatu saat disampaikan Allah saya di sana. Amin
amin deh, salam kenal mbak evi 🙂 sekarang posisi dimana
Masih bersambung ya ini? Aku serasa napak tilas, kebayang banget jalan2nya sepanjang Bangko-Lubuk Linggau, huhu
jalan nostalgila banget ya mbak Nina 🙂
Nostalgia, tapi ga nostalgila kak 😄
wkwkwkw… kabari ye men pegi bangko lagi, makan tempoyak kito 🙂
Makan tempoyak dan dendeng batokok 🙌 😄, semoga someday ada kesempatan kesano lagi, Aamiin 😊
amin amin …