“Mungkin hanya di bulan yang belum ada restoran Padang” (Mohammad Hatta: 1974)
Kalau saja saya tak melihat serial Saiyo Sakato (Cut Mini, Nirina, 2020) saya mungkin tak akan tahu kalau Bung Hatta sang proklamator pernah berkelakar tentang masakan Padang.
Masakan Padang tak hanya milik orang suku Padang. Ia milik seluruh rakyat Indonesia. Di Salatiga, tak sukar menjumpai masakan bercitarasa pedas dengan rempah yang beragam. Kecuali soto Padang. Di Sungai Penuh, di Bangko, di Bungo atau di Padang soto Padang menjadi makanan yang kerap saya santap tatkala pengen masakan Padang.
Soto Padang pertama kali hadir dalam unggahan di media sosial kuliner Salatiga sekitar bulan November ini. Akhirnya soto Padang pertama hadir di Salatiga! Seperti apa rasanya?
Berlokasi di tepi jalan Argosari Raya (kompleks Perum Korpri/Praja Mulia), Randuacir, Salatiga. Agak susah menemukannya karena belum ada di maps. Randuacir ini juga cukup jauh dari rumah saya. Saya beranikan bertanya lewat dm instagram kepada pengelola akun Putri Minang Salatiga. Jawabnya, kanan jalan kalau dari arah kantor PDI, dan kiri jalan kalau dari arah Puri Wahid/Jalan Lingkar Salatiga.
Sore hari selepas pulang kantor saya mampir. Dari arah terminal Tingkir, belok kiri ke arah Puri Wahid, belok kanan lurus ke arah kantor PDI. Belok kiri mengikuti arahan menuju item di maps “Warung Padang Selvi”.
Tak sukar menemukan warung dengan spanduk berwarna orange menyala ini.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam”
“Lai ado soto buk?”
“Ado”
Berbasa-basi sebentar dalam bahasa Minang dan ibu pemilik warung berkenan membalas sapaan saya. Tempatnya kecil saja. Dengan bata ekspose berwarna merah hati. Minang sekali. Hanya ada beberapa meja kecil dengan kursi kayu. Seorang ojek online berjaket hijau menunggu pesanan dibuat. Di sebelah saya muda mudi menyantap soto dengan dialek Jawa.
Menu di tempat ini hanya ada 2 macam yaitu sate padang dan soto padang. Pertama saya coba dulu soto padang. Sekilas penampakannya mirip dengan soto di padang. Pakai bihun, kerupuk merah dan pragede (perkedel). Kerupuknya langsung masuk ke soto, tetapi nasinya terpisah. Surprise karena rasanya penuh rempah khas Minang tetapi tidak kehilangan rasa gurih dan segar khas soto padang. Minumnya saya memesan air putih.
Sate padangnya dibungkus buat dimakan di rumah. Sate padang secara kuah ada 3 jenis: sate padang panjang (kuah kuning), sate pariaman (kuah merah) dan padang kota (kuah cokelat). Sate Padang disini kuah cokelat. Agak pedes karena pakai cabe rawit. Isian sate di tempat ini pakai usus dan lidah. Buat yang tidak suka pedas saya merekomendasikan soto padang. Harga sangat terjangkau untuk kantong mahasiswa (12k). Kapan-kapan kesini saya mau mencoba teh talua (teh telur khas Minang).
Sesuai namanya, yang punya memang asli Minang (urang awak). Ibunya berdarah pasisia (pesisir selatan). Suaminya katanya orang Padang Kota. Baru sebulan pindah ke Salatiga setelah sebelumnya tinggal di Jakarta. Sebuah foto keluarga terpasang di dinding. Si bapak mengenakan pakaian tentara, ibu yang dari awal ngobrol dengan saya dan anak-anaknya.
Buat dunsanak yang kangen masakan Minang terutama soto Padang boleh dicoba. Mager? Bisa pesan lewat gofood, grab atau delivery lewat.
Soto Padang Putri Minang
Jl. Argosari Raya, Perum. Praja Mulia B 19 Randuacir Salatiga
Wow ada Soto Padang di Salatiga. Bisa pesan online pula.
Terima kasih, Mas Isna.
Yess bu Prih 🙂 Mantap
belum pernah cobain sate padang dan soto padang, penasaran
di Jember kayaknya ada warung soto nusantara, kata temen di sana tersedia aneka macam soto, lahh kan.
tapi belom kesampaian juga.
sate padang kuahnya gelap, berbumbu hehe… buat yg belum pernah mungkin rasanya aneh 🙂
saya baru tahu dan pertama kali makan soto padang waktu berkunjung ke kota Padang 😁…
dan langsung mencoba soto padang yang paling terkenal dan terenak di kota Padangnya dan langsung saya suka banget … mudah2-an soto padang putri minang ini sama enaknya
soto garuda mas? khas dan berbumbu soto padang yah