Salah satu hal yang kami hindari saat pandemi: jalan-jalan ke tempat wisata. Makan-makan di luar sesekali masih kami lakukan, meski jumlahnya bisa dihitung dan tak sesering sebelum ada kata pandemi.
Pada bulan Mei yang damai, belum ada varian delta alias belum ada pandemi gelombang kedua, banyak tempat wisata di Salatiga dan Semarang yang masih buka secara normal dengan menerapkan protokol kesehatan.
Saya kepikiran untuk pergi ke tempat wisata yang tidak terlalu jauh dari rumah dan yang sepi: Museum Kereta Api di Ambarawa. Dari album foto di laptop saya terakhir ke sana tahun 2015 alias 7 tahun lalu waktu Q masih kecil. Saat itu saya masih tinggal di Ambarawa dan K anak ketiga saya belum lahir. Sudah lama juga rupanya.
Sudah beberapa kali sebenarnya kami berkunjung ke museum Ambarawa sampai rasanya hafal dengan tata letak koleksi lokomotif museum dan isi museumnya. Namun, saya merasa anak-anak perlu mendapat edukasi tentang transportasi kereta api dengan cara yang menarik.
Dari rumah saya berencana ke Ambarawa lewat Tuntang. Baliknya memutar lewat Banyubiru. Sebelum sampai Ambarawa ambil atm dulu di Tuntang. Menyusuri tepian Rawa Pening, kenangan kembali saat saya menyusuri ruas jalan Tuntang-Ambarawa beberapa tahun silam. Saya hanya beberapa tahun tinggal di Ambarawa setelah menikah, tetapi rasanya meski sebentar meninggalkan kesan yang cukup mendalam.
Melewat underpass jalan lingkar Ambarawa, lapangan Tambakboyo yang disulap menjadi alun-alun Ambarawa, saya sengaja lewat rumah lama saya tidak jauh dari SDN 1 Tambakboyo.
Parkiran museum Ambarawa sangat sepi saat kami tiba. Jumlah mobil dan motor bisa dihitung. Sangat memungkinkan karena sedang pandemi. Terakhir ke museum, pengunjung masuk dari depo lokomotif. Sekarang akses masuk berada di samping museum. Udara panas cukup membakar kulit. Cukup menyengat melewati parkiran yang cukup luas dan gersang. Jika dulu tempat membeli tiket berada di dalam bangunan utama museum, sekarang tempat pembelian tiket berada di sebuah gedung dengan tulisan ENTRANCE di samping museum.
Usai membayar tiket elektronik, kami melenggang masuk ke museum. Eh, belum masuk ke gedung utama museum melainkan koridor panjang menuju bangunan stasiun yang dijadikan museum. Pada panel di dinding dipajang tampilan mengenai sejarah kereta api di Indonesia. Ada satu spot unik untuk berfoto, deretan lampu sinyal kereta yang dijadikan hiasan di dinding.
Tulisan I Am Barawa di halaman stasiun yang dulu dicat kuning sekarang berwarna biru dan oranye, warna identitas perusahaan kereta api. Warna oranye memang tampil di beberapa perusahan yang berdiri sejak zaman Belanda seperti Pos Indonesia dan BRI.
Tak banyak yang berubah dari museum Ambarawa, selain suasana saat ini yang lebih sunyi saat pandemi. Kami berasa sedang berada di museum pribadi saking sepinya. Koleksi museum yang dulu ditempatkan di bangunan utama sekarang digeser ke sudut museum di sebelah mushola. Bangunan utama museum dialihfungsikan sebagai ruangan pegawai, ruangan kepala stasiun dan ruang operasional stasiun Ambarawa.
Ngiung… ngiung… bunyi sirene kereta melengking nyaring. Panggilan dari kereta wisata jurusan Ambarawa-Tuntang pp. Saya sedari awal memilih untuk tidak naik. Harganya cukup lumayan Rp 70.000,- per orang termasuk anak-anak. Tak banyak orang yang berada di dalam rangkaian kereta.
Anak saya K dan Q cukup puas saya ajak naik lokomotif kereta mini tidak bergerak yang dijadikan koleksi museum.
halte kereta api yang dibongkar di tempat aslinya dan dipindahkan ke museum.
Hari sudah semakin siang, saatnya pulang.
dari dulu pengen ke Museum KA yang keren ini tapi belum pernah kesampaain, mas Djangki malah sudah berkali kali … artinya memang museum ini super keren … ngga ngebosenin
Lumayan keren, tp nggak keren sekali. Saya kesitu karena paling dekat rumah mas hehe
ya ampun terakhir ke sini kayaknya 2014 deh udah lama banget, tapi belum sempet naik kereta yg kayu itu
Tunggu ppkm antah berantah ini kelar mba hehe… 😂😁
Serasa stasiun kereta Harry Potter ya Mas e, suasanya nya
Stasiun kereta saat murid hogwarts pulkam, sepi 🙂
itu 70 rb untuk kereta berdinding kayu yg ditarik loko? nampaknya menarik meski bukan yang ditarik loko berbahan bakar kayu jati..
saya seneng banget sama KA, tapi baru sekali ke museum ambarawa jaman SD dulu.. pengen kesana lagi belum kesampaian.. sebenernya pas banget sekarang anak saya juga suka kereta api.. eh tapi sekarang malah ada Covid juga..
Iya mas, yg kereta diesel, kalo yg kereta uap mahal mas hahaha.. Harus booking jauh2 hari 🙂
Tunggu ppkm level2 ini selesai mas, selama pandemi museumnya sepi kok, relatif aman