Tak hanya membangun kantor-kantor pemerintahan yang megah, Boyolali juga membangun sebuah museum berkonsep unik. R Hamong Wardoyo namanya. Berlokasi di tepi jalan raya Boyolali-Solo. Museum ini menempati lahan bekas kantor dinas pariwisata. Atapnya menggunakan material kaca menyerupai piramida. Sekilas mirip dengan museum Louvre di Paris. Sebenarnya atap museum ini mengadopsi bentuk gunung Merapi dan Merbabu yang berbentuk kerucut.
Gedung museum berbentuk menyerupai piramid. Foto dari sini
Saat saya datang, museum ini belum diisi dengan barang-barang koleksi sehingga belum dibuka untuk umum. Rencananya, museum akan memamerkan koleksi benda-benda bersejarah yang ditemukan di penjuru Boyolali. Koleksi yang akan dipamerkan antara lain adalah benda peninggalan era Hindu-Buddha yang saat ini masih tersimpan di rumah arca Boyolali.
Rumah arca atau museum arca pertama kali saya ketahui dari postingan mbak Yusmei, blogger asli Boyolali yang tinggal di Jakarta.
Tak susah menemukan rumah arca. Terletak di dalam kompleks Taman Sono Kridanggo. Taman ini berada tepat di depan patung kuda Arjunawijaya di kawasan simpang lima Boyolali.
Tak ada tiket masuk ke dalam taman. Hanya membayar parkir. Rumah arca sendiri menempati bangunan terbuka beratap joglo. Dikelilingi pagar teralis dengan pintu terkunci, tak semua orang bisa masuk ke dalam. Sayang saya tak menjumpai petugas atau jurukunci yang bisa membantu saya. Hanya ada satu ruang terbuka dimana semua peninggalan zaman klasik diletakkan.
Di luar joglo, diletakkan sebuah arca Ganesha berukuran sangat besar dan sebuah lumpang yoni. Di sebelahnya diletakkan batu yoni berukuran sangat besar.
Di dalam, saya melihat beberapa artefak seperti : arca Ganesha, arca Nandi, lapik candi, lingga dan yoni berbagai ukuran dan bentuk. Terdapat juga beberapa fragmen candi. Tanpa petugas dan panel penjelasan, saya hanya bisa menebak-nebak koleksi museum arca.
yoni, ganesha, pelinggih
sepertinya kemuncak candi
saya tak tahu ini batu apa…
Di Boyolali sendiri ditemukan dua candi peninggalan Mataram Hindu yaitu candi Lawang dan candi Sari di kecamatan Cepogo. Candi Lawang telah dipugar, meski belum selesai.
Beberapa batu yoni diletakkan di luar.
Kesannya ditaro gitu doang ya, padahal nilai sejarahnya tinggi. Semoga ga rusak atau dicolong. Soalnya ada banyak banget arca-arca dari Indonesia yang entah gimana caranya tau-tau ada di luar negeri jadi milik kolektor atau jadi koleksi museum di luar.
Amien da 🙂 Sayang kalo dicolong
Boyolali, hehe. Masih segar di ingatan panas-panas ke Museum Hamong Wardoyo dan koleksinya memang kalau menurut saya belum maksimal, peace. Tapi rumah arca itu sungguh membangkitkan banyak pertanyaan karena langgam arcanya unik-unik. Kehadiran rumah arca itu membuat pandangan saya akan Boyolali berubah menjadi salah satu lokus Hindu-Buddha di masa lalu.
yg paling bikin penasaran dari yang penasaran biasa adalah batu no.2 dari bawah, kira2 apa ya gara… sepertinya masih muda banget, atau itu batu yg dibuat sm manusia sekarang? hehehe
Oh, hehe… kalau menurut saya itu cuma alas saja Mas, mungkin arca di atasnya sedang dipindahkan untuk dikonservasi, atau dipindahkan ke MHW. Kalau Mas lihat di lingga kode G 301 itu alasnya juga dibuat dari batu bata yang sama.
sip, fix ini batu yg baru dibuat ya?soalnya saya lihat warnanya putih gitu, gak ada ornamen atau kesan kusam sama sekali.. kalo di jambi, istilahnya itu lapik, alas arca 🙂
Iya Mas, hehe.
makasih gara infonya, phaham saya 🙂